Buat Abon Tuna, Tiga Ibu Ini Raup Omzet Rp 200 Juta/Bulan
3 min read
Surabaya – Berawal dari menjemput anak pulang sekolah, tiga ibu ini mempunyai ide membuat abon. Kini omzet abon yang dibuatnya telah mencapai Rp 100-200 juta per bulan, dan masih bisa bertambah bila terus berkembang.
Tiga ibu ini adalah Suci Indrayani, Yani Noer Rachmawati, dan Erwinda Freeyanti. Mereka pertama kali bertemu dan berbicang akrab saat mereka sama-sama sedang menunggu anak pulang sekolah. Dari ngobrol saat menjemput anak itulah tercetus ide untuk membuat suatu usaha bersama.
Dan usaha yang disepakati adalah usaha makanan. Awalnya, mereka mencetuskan ide untuk membuat kue basah. Namun ide itu menguap karena kue basah jelaslah bukan tipe makanan yang tahan lama. Padahal idealisme yang mereka inginkan adalah makanan yang sehat, tanpa bahan pengawet namun bisa bertahan lama.
Akhirnya tercetuslah ide untuk membuat abon. Selain awet, mereka berpikir bahwa pangsa pasar abon masih sangat besar. Belum banyak yang membuat abon.
“Semua bermula pada 7 September 2015 saat kami memutuskan untuk bekerja sama meski pendidikan kami jauh dari usaha ini,” ujar Suci Indrayani, salah satu pendiri usaha abon ini saat ditemui detikFinance di Industri Bahari Expo 2016 di Grand City, Sabtu (24/9/2016).
Memang background pendidikan mereka tak sama dan jauh dari kata ekonomi dan perdagangan. Suci sendiri merupakan lulusan magister kenotariatan, Yani adalah sarjana teknik, sementara Erwinda adalah sarjana komunikasi. Bermodal nekat, mereka meneruskan niat itu.
Suci mengatakan, pangsa pasar abon yang masih besar itu mereka khususkan lagi dengan membuat abon berbahan baku ikan, dalam hal ini mereka memilih ikan tuna. Merea berpikir bahwa abon sapi sudah umum. Selain itu, ikan menjadi pilihan karena kandungan gizi dan proteinnya yang tinggi dan cocok untuk segala usia.
“Untuk membudayakan ikan ke anak agar anak suka ikan. Anak kan nggak banyak yang suka ikan. Bagaimana caranya agar anak suka ikan, ya lewat abon ini,” lanjut Suci.
Dengan bahan baku yang dipasok dari sebuah perusahaan pengolahan ikan di Sidoarjo, ketiga ibu muda ini mulai bekerja. Mereka membuat abon secara manual tanpa bantuan mesin. Satu hari mereka bisa memproduksi sebanyak 50 kemasan abon tuna yang mereka beri merek ‘Aluwung Niki’.
Dari yang sedikit pada awalnya, permintaan kemudian mulai meningkat. Tenaga pun sudah mulai payah. Pembuatan abon tuna secara manual selama dua bulan pun diakhiri dengan membeli mesin. Kini enam mesin yang dioperasikan oleh 10 pegawai telah menambah jumlah produksi menjadi 400-500 kemasan per harinya.
Penggunaan mesin ternyata mempunyai efek positif pada awetnya abon. Jika produksi manual mampu membuat abon bertahan hingga dua bulan, mka dengan menggunakan mesin, abon bisa bertahan selama enam bulan.
“Kami memproduksi lima varian rasa yakni original, susu, rendang, pedas manis, dan manis gurih,” kata Suci.
Untuk omzet, Suci menyebut keuntungan kotor dari bisnis ini adalah Rp 100-200 juta per bulan. Dari angka itu, Suci dan kawan-kawan mengambil keuntungan sebanyak 20 %.
Meski mampu berproduksi, namun Suci dan kawan-kawan tidak langsung menjual produk mereka sendiri. Untuk urusan marketing, mereka menyerahkannya ke distributor. Hanya saja syarat untuk distributor adalah bahwa abon tuna Aluwung Niki tidak dipasarkan secara umum dalam arti tidak dipajang di rak-rak di pasar, mini market, ataupun supermarket.
Mereka harus menjualnya langsung ke konsumen entah offline ataupun online. Abon tuna ini hanya boleh dipajang bebas di rak suatu stand pameran yang diikuti.
Salah satu distributor, Zaidah, mengatakan bahwa permintaan abon tuna ini cukup banyak. Zaidah sendiri memasarkannya secara online. Bukan tanpa alasan Zaidah berani memasarkan abon tuna ini.
“Sebelum berjualan makanan, saya harus mencoba sendiri makanan itu. Dan ternyata enak, saya pun tertarik memasarkannya,” kata Zaidah.
Dalam sebulan, minimal 700-800 kemasan berhasil Zaidah jual. Zaidah menjualnya melalui media sosial dan aplikasi obrolan. Yang membeli abon tuba yang dijual Zaidah justru tidak berasal dari Jawa Timur melainkan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Baik Suci dan Zaidah berharap abon tuna bisa semakin besar dan semakin maju. Suci berharap akan ada penambahan mesin yang berarti permintaan semakin banyak. Zaidah sendiri juga akan terus berusaha mencari pelanggan yang baru dan terus mempertahankan pelanggan yang sudah loyal. (iwd/ang)